Jumat, 02 Mei 2014

Tugas II Kesehatan Mental

Apa itu Kesehatan Mental ???

Sebelum kita mengetahui apa itu “kesehatan mental” ?, kita akan menjabarkan terlebih dahulu antara gangguan atau penyakit mental. Gangguan atau penyakit mental itu adalah gangguan atau penyakit yang menghalangi seseorang hidup sehat seperti yang diinginkan baik oleh diri individu itu sendiri maupun oleh orang lain. Jumlah gangguan mental yang dapat diidentifikasikan hampir tidak terbatas, mulai dari kesulitan-kesulitan emosional yang singkat meskipun merugikan individu sampai pada gangguan mental yang ringan dan berat. Pada gangguan mental yang ringan disebut “neurosis (gangguan mental)” sedangkan pada gangguan mental yang berat disebut “psikosis (penyakit mental)”. Klasifikasi gangguan mental banyak dan berbeda-beda antara bidang yang terkait, seperti: psikiatri, psikologi, sosiologi, maupun antropologi. Dengan klasifikasi atau pendekatan tersebut dari masing-masing bidang ini juga tidak umum dan tidak menyeluruh.

Sikap-sikap yang penting dalam menentukan kesehatan mental adalah sebagai berikut:
1.    Sikap menghargai diri sendiri.
2.    Sikap memahami dan menerima keterbatasan diri sendiri dan keterbatasan orang lain.
3.    Sikap memahami kenyataan bahwa semua tingkah laku ada penyebabnya.
4.    Sikap memahami dorongan untuk aktualisasi diri.
Seseorang yang menyukai dirinya sendiri biasanya orang yang bermental sehat. Sebaliknya, orang yang sama sekali tidak menyukai dirinya sendiri mengalami simtom khusus ketidakmampuan menyesuaikan diri.
Ilmu kesehatan mental bertujuan untuk membantu dan bukan untuk menghancurkan ego orang lain. Ia mengutamakan sikap menerima dan memuji bukan sikap menyalahkan dan menghukum. Ia menghormati martabat pribadi individu (pendekatan positif dan bukan negatif).
Dari segi pendekatan, semua gangguan utama yang sudah disebutkan diatas secara sistematis adalah sebagai berikut :
1.    Pendekatan psikodinamika
2.    Pendekatan behavioral
3.    Pendekatan kognitif
4.    Pendekatan fisiologis (biologis)
5.    Pendekatan humanistik – esistensial
6.    Pendekatan sosio – budaya


Ilmu Kesehatan Mental
Manusia dalam ilmu kesehatan mental diteliti dari titik tolak keadaan atau kondisi mentalnya. Sebelum menjabarkan apa ilmu kesehatan mental dari beberapa tokoh, kesehatan mental atau mental hygiene mempunyai arti kata dari bahasa Latin dan bahasa Yunani. Kata mental dari bahasa Latin yaitu mens dan mentis yang berarti jiwa, sukma, roh, semangat, sedangkan kata hygenie dari bahasa Yunani yaitu hugiene yang berarti ilmu tentang kesehatan. Jadi, mental hygenie sering juga disebut psikohygenie. Mental hygenie menitik beratkan kehidupan kerohanian, sedangkan psikohygeniemenitikberatkan manusia sebagai totalitas psikofisik atau psikosomatik. Ilmu kesehatan mental itu adalah ilmu yang membicarakan kehidupan mental manusia dengan memandang manusia sebagai totalitas psikofisik yang kompleks. Ada banyak definisi yang diberikan oleh penulis terhadap ilmu kesehatan mental. Beberapa diantaranya adalah . . 

Alexander Schneiders (1965): “Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri.”

Samson, Sin, & Hofilena (1963): “Ilmu kesehatan mental bertujuan untuk menjaga dan memelihara fungsi-fungsi mental yang sehat dan mencegah ketidakmampuan meyesuaikan diri atau kegiatan-kegiatan mental yang kalut.”

Howard Bernard (1957): “Ilmu kesehatan mental adalah suatu program yang dipakai dan diikuti seseorang untuk mencapai penyesuaian diri.”

D.B. Klien (1955): “Ilmu kesehatan mental itu adalah ilmu yang bertujuan untuk mencegah penyakit mental dan meningkatkan kesehatan mental.”

Louis P. Thorpe (1960): “Ilmu kesehatan mental adalah tahap psikologis yang bertujuan untuk mencapai dan memelihara kesehatan mental.”

Analisis dari definisi ilmu kesehatan mental menunjukan bahwa ilmu tersebut pertama-tama berbicara mengenai pemakaian dan penerapan seperangkat prinsip kesehatan yang bertujuan untuk mencegah ketidakmampuan menyesuaikan diri serta meningkatkan kesehatan mental.

Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan segala kapasitas, kreativitas, energi, dan dorongan yang ada semaksimal mungkin sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dan orang lain serta terhindar dari gangguan atau penyakit mental (neurosis dan psikosis).

Menurut Dr. Estefania Aldaba Lim (1956), kesehatan mental itu tidak bisa didefinisikan secara sederhana, tetapi harus menyangkut berbagai macam hal. Karena itu, ia lebih lanjut menjelaskan arti kesehatan mental ketika ia menekankan apa yang tidak termasuk dalam kesehatan mental. Berikut dalam pandangan kesehatan mental dari Dr. Estefania Aldaba Lim :
1.    Kesehatan mental bukan penyesuaian diri dalam semua keadaan, karena ada banyak keadaan dimana seseorang sebaiknya tidak menyesuaiakan diri dengannya sebab kalau tidak demikian, maka akan kemungkinan ia tidak akan mencapai kemajuan.
2.    Kesehatan mental bukan bebas dari kecemasan dan ketegangan, karena kecemasan dan ketegangan sering kali merupakan prasyarat dan akibat yang ditimbulkan oleh kreativitas.
3.    Kesehatan mental bukan bebas dari ketidakpuasan, karena ketidakpuasan yang realistik membuktikan adanya kemajuan.
4.    Kesehatan mental bukan konformitas, karena salah satu kriteria untuk kematangan adalah kemampuan untuk berada terpisah dari masyarakat apabila keadaan menuntutnya. Ciri kesehatan mental adalah kebebasan yang relatif dari prasangka-prasangka budaya dan pribadi.
5.    Kesehatan mental bukan berkurangnya prestasi dan kreativitas, karena ciri kesehatan mental adalah kemampuan individu untuk menggunakan tenaganya dengan sepenuh-penuhnya.
6.    Kesehatan mental bukan tidak adanya tabiat-tabiat pribadi yang aneh, karena banyak tabiat yang aneh seperti itu yang tidak mengganggu fungsi tubuh yang normal, memperkaya kehidupan individu orang-orang yang berhubungan dengannya.
7.    Kesehatan mental bukan melemahkan kekuasaan, karena ciri kesehatan mental adalah meningkatnya kemampuan individu untuk mengguanakan dan menghargai kekuasaan yang realistik sambil mengurangi pengguanaan kekuasaan sebagai suatu kekuatan yang menekan dan yang hanya dipakai untuk memuaskan kebutuhan pribadi individu.
8.    Kesehatan mental bukan bertentangan dengan nilai-nilai agama, karena kesehatan mental memudahkan dan melengkapi tujuan-tujuan agama.

Jelas semua kualitas kesehatan mental yang disinggung dalam definisi dan penjelasan diatas sangat penting untuk penyesuaian diri. Reaksi-reaksi terhadap lingkungan, pekerjaan, perkawinan, dan hubungan antarpribadi tetap dipengaruhi oleh keadaan mental. Perasaan sejahtera, kestabilan emosi, efesiensi mental sangat berharga dalam memecahkan kesulitan-kesulitan dan konflik-konflik pribadi. Karena itu, kesehatan mental atau penyakit mental menembus proses penyesuaian diri dan dapat dianggap sebagai kondisi dan sebagai bagian integral dari penyesuaian diri. Kesehatan mental tidak hanya jiwa yang sehat berada dalam tubuh yang sehat, tetapi juga suatu keadaan yang berhubungan erat dengan seluruh eksistensi manusia. Itulah suatu keadaan pribadi yang bercirikan kemampuan seseorang untuk menghadapi kenyataan dan untuk berfungsi secara efektif dalam suatu masyarakat yang dinamik.

Sangat sulit untuk menetapkan satu ukuran dalam menentukan dan menafsirkan kesehatan mental. Alexander A. Schneider (1965) dengan bukunya berjudul “Personality Dynamics and Mental Health”, mengemukakan bebrapa kriteria yang sangat penting dan dapat diuraikan sebagai berikut :
1.    Efisiensi mental, seperti pada gangguan kepribadian yang mengalami gangguan emosional, neurotik, atau tidak adekuat sama sekali tidak memiliki kualitas ini.
2.    Pengendalian dan integrasi pikiran dan tingkah laku, seperti pada obsesi, ide yang melekat (pikiran yang tidak hilang-hilang), fobia, delusi, dan simtom-simtom lainnya mungkin berkembang. Yang meliputi integrasi pikiran dan tingkah laku adalah pembohong yang patologik, psikopat, dan penipu mengalami kekurangan dalam integritas pribadi.
3.    Intergrasi motif-motif serta pengendalian konflik dan frustrasi, seperti kebutuhan akan afeksi dan keamanan bisa bertentangan dengan otonomi kemudian dorongan seks bisa bertentangan dengan cita-cita atau prinsip-prinsip moral.
4.    Perasaan-perasaan dan emosi-emosi yang positif dan sehat, seperti perasaan positif yaitu perasaan-perasaan yang diterima, cinta, memiliki, aman, dan harga diri. Sedangkan perasaan negatif yaitu perasaan-perasaan yang tidak aman yang dalam, tidak adekuat, bersalah, rendah diri, bermusuhan, benci, cemburu, dan iri hati.
5.    Ketenangan atau kedamaian pikiran, seperti keharmonisan emosi, perasaan positif, pengendalian pikiran dan tingkah laku. Respon-respon yang simtomatik, seperti delusi-delusi, lamunan atau halusinasi merupakan gangguan yang langsung bertentangan dengan kestabilan mental.
6.    Sikap-sikap yang sehat, mempunyai kesamaan dengan perasaan-perasaan dalam hubungannya dengan kesehatan mental. Seperti kepribadian-kepribadian yang tidak dapat meyesuaikan diri atau kalut, kita selalu teringat betapa pentingnya mempertahankan pandangan yang sehat terhadap hidup, orang-orang, pekerjaan, maupun kenyataan.
7.    Konsep diri (Self Concept) yang sehat, perasaan-perasaan diri yang tidak adekuat, tidak berdaya, rendah diri, tidak aman atau tidak berharga akan mengurangi konsep diri yang adekuat.
8.    Identitas ego yang adekuat, menurut White (1952), identitas ego adalah diri atau orang dimana ia merasa dirinya sendiri. Contohnya seperti tuntutan dari diri dan kenyataannya, ancaman, frustrasi, dan konflik, maka kita harus berpegang teguh pada identitas kita sendiri. White (1952) menambahkan, apabila identitas ego tumbuh menjadi stabil dan otonom, maka orang tersebut akan mampu bertingkah laku lebih konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya. Semakin ia yakin akan kodrat dan sifat-sifat yang khas dari dirinya sendiri, maka semakin kuat juga inti yang menjadi sumber kegiatannya.
9.     Hubungan yang adekuat dengan kenyataan, misalnya seseorang yang terlalu menekankan masa lampau adalah orang yang tidak berorientasi kepada kenyataan, sedangkan seseorang yang menggantikan kenyataan dengan fantasi atau khayalan adalah orang yang telah menolak kenyataan. 


REFERENSI


Bernard, H. (1957). Toward Better Personal Adjustment. New York: McGraw-Hill Book Co.

Schneiders, A. (1965). Personality Dynamics and Mental Health. New York: Rinehart & Co.

Samson, J., Sin, F., & Hofilena, F. (1963). Principles and Practice of Mental Hygenie. Manila Philipphines.

Thorpe, L.P. (1960). The Psychology of Mental Health. New York: Ronald Press.

White, R.W., & Watt, N.F. (1972). The Abnormal Personality (15th ed.). Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Kamis, 27 Maret 2014

DIRI : ARTI DAN ASALNYA




TUGAS KESEHATAN MENTAL
NAMA KELOMPOK (pengulangan) :
1.      Intan Permata Sari    ( 10509259)
2.      Yuliyanti Lestari        (14509911)
3.      Yunanti Pratiwi          (14509508)




A. Pertimbangan-Pertimbangan Dasar
tentang supaya orang bisa efektif dan emosinya stabil, maka konsep seseorang tentang dirinya sangat penting. Sejak psikologi terpisah dan menjadi ilmu tersendiri, para psikolog berbicara mengenai isi-isi dan struktur dari kesadaran. Kemudian dibawah pengaruh Sigmund Freud, “kekuatan ego” (suatu istilah yang sering digunakan dan artinya sama dengan diri atau self) ditekankan sebagai penengah (mediator) tingkah laku. Para eksistensialis kemudian menekankan pentingnya “ada”, “identitas pribadi”, dan “menjadi” menurut apa yang diinginkan seseorang.
1.    Diri (self) dan Ego
Menurut Coleman (1976) istilah “diri” (self) dan ego dalam arti yang sama, dengan demikian kalau orang menggunakan kata “diri” artinya sama dengan kata “ego”, dan demikian juga sebaliknya. Dan dalam “diri” terdapat tiga aspek, yakni:
a)         Diri sebagai subjek (apa yang dipikirkan seseorang tentang dirinya sendiri)
b)        Diri sebagai objek (apa yang dipikirkan oleh orang-orang lain tentang seseorang)
c)         Diri sebagai proses, atau yang melakukan aktivitas-aktivitas, seperti memanipulasi, mempersepsikan, dan berfikir.
Dalam  pandangan Freud, ego adalah aspek eksekutif kepribadian. Sebaliknya, istilah diri lebih menunjukkan cara bagaimana seseorang mempersepsikan atau melihat apa dan bagaimana dia. Mungkin juga diri itu adalah istilah yang digunakan untuk mencakup aspek-aspek dari id dan superego dalam kepribadian.
Dari apa yang dikemukakan dalam Tabel 7 dapat disimpulkan :
1)        Diri adalah pengaruh kepribadian yang mempersatukan yang disekitarnya tersusun semua kesadaran atau konsep-konsep yang dimiliki individu tentang dirinya sendiri.
2)        Diri berkembang melalui interaksi dan komunikasi dengan orang-orang lain.
3)        Diri adalah subjek, objek, dan proses.
4)        Realisasi diri atau realisasi potensi diri merupakan fungsi dasar untuk semua individu; individu-individu menciptakan kepribadian mereka sendiri menurut tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap mereka.
5)        Fungsi-fungsi diri untuk mengembangkan dan mempertahankan dirinya dalam cara yang sesuai dengan cara bagaimana individu menilai, mempersepsikan, dan mengalami.
6)        Diri akan mempertahankan dirinya terhadap kecemasan dan disorganisasi dengan mengeluarkan atau meniadakan informasi atau dengan mendistorsikan persepsi-persepsi yang tidak sesuai dengan organisasinya.

Erikson (1968) menggunakan suatu istilah yang kabur di mana ia menyamakan identitas dengan konsep-diri. Tetapi ia juga memberi arti tambahan tentang identitas, yakni :
1)        Kesadaran tentang ada yang berbeda atau unik.
2)        Usaha tak sadar untuk meneruskan pengalaman.
3)        Solidaritas atau identifikasi dengan cita-cita kelompok.
Tanpa suatu hubungan identifikasi dengan kelompok sosial, individu sama sekali tidak dapat menentukan nilai pribadi atau kemampuan untuk bertindak. Kondisi ini disebut alienasi, kalau hubungan antarpribadi yang bermakna tidak ada, maka individu tidak dapat melihat dirinya sebagai orang yang berbeda atau tidak memiliki pengaruh. Proses ini disebut deper-sonalisasi. Depersonalisasi telah dilihat sebagai salah satu penyebab utama penyakit mental (Schofield, 1964) dan menurut Glasser (1972) depersonalisasi adalah suatu faktor yang ikut menyebabkan kenakalan remaja.
Identitas juga tergantung pada kemampuan mengalami diri sendiri sebagai yang berbeda dan terpisah (Nobles, 1973). Disini terjadi paradox, di satu pihak orang membutuhkan identifikasi dengan orang lain, tetapi dilain pihak ia membutuhkan individuasi atau suatu perasaan yang unik, berbeda, dan penting bagi sirinya sendiri. Misalnya, hasil penelitian dari Storr (1968) tentang agresi manusia mengemukakan bahwa menentang sesuatu adalah perlu seperti menerima sesuatu adalah perlu supaya dapat menentukan batas-batas kepribadian dan memperkuat identitas.

2.    Identitas dan Kekuasaan
            Didalam kebudayaan kita, kekuasaan, pengaruh, dan membuat perbedaan adalah perlu supaya individu-individu merasa bahwa mereka adalah penting, bahwa mereka adalah sesuatu, dan memiliki status. Seperti dikemukakan oleh May (1969:4) “tidak ada manusia yang dapat menahan pengalaman yang  terus-menerus mati rasa terhadap ketidakberdayaannya sendiri”.
Menjadi dependen, tidak efektif, atau impoten adalah buruk, sedangkan menjadi kuat (poten) dan independen adalah baik. Sikap tersebut melihat hubungan antar pribadi sebagai hubungan kompetitif dan membatasi kepercayaan yang dibutuhkan untuk hubungan-hubungan yang akrab dan bermakna dengan orang-orang lain.
Dari hasil pengamatan terhadap orang-orang yang transaksi-transaksi antar pribadi, kekuasaan dan cara-cara bagaimana kekuasaan itu dibagi dikategorikan dalam tiga kelompok :
a)         Kekuasaan bersama (power with)  adalah  membuat perbedaan dengan cara bekerja sama dan saling mendukung.
b)        Kekuasaan terhadap (power over) adalah kekuasaan yang dicari oleh orang-oarang yang tidak merasa dirinya penting dan adekuat kecuali kalau mereka dapat memimpin dan mengontrol orang-orang lain. Mereka bergerak kea rah pola ini karena mereka tidak mampu mengembangkan orientasi kekuasaan bersama yang lebih memuaskan.
c)         Kekuasaan menentang (power against) adalah suatu pola yang dikembangkan oleh orang-orang yang mengembangkan orientasi kekuasaan bersama dan (atau) kekuasaan terhadap. Untuk menghindari perasaan gagal, impoten, dan tidak penting, orang-orang tersebut tidak memiliki alternative lain selain menentang.

EMPAT TEORI TENTANG DIRI
1.      Sullivan
Dalam pandangan Sullivan, semua individu pada waktu lahir memiliki potensi untuk menjadi manusia. Ia berpendapat bahwa dari kekecewaan-kekecewaan dan frustasi-frustasi yang dialami bayi selama tahap-tahap awal kehidupannya, diri itu muncul melalui gejala empati yang unik. Empati menurut Sullivan adalah “hubungan yang mendahului bahasa tanpa disadari oleh bayi itu sendiri dan mungkin sekali hanya sepihak saja.”
Sullivan (1953) berkata: “Empati adalah istilah yang kami gunakan untuk menunjukkan hubungan emosional yang khas antara bayi dan orang-orang lain yang berarti ibu atau pengasuhnya. Lama sebelum ada tanda-tanda suatu pemahaman tentang ungkapan emosi ada bukti tentang penularan atau persatuan emosi.” 
Sullivan juga menambahkan kata: “Dinanisme diri dibangun dari pengalaman persetujuan dan celaan, hadiah dan hukuman. Kekhasan dinanisme diri itu ialah ketika tumbuh ia berfungsi sesuai dengan keadaan perkembangan, langsung dari permulaan. Ketika ia berkembang, fungsinya makin menjadi seperti mikroskop. Karena persetujuan dari orang yang penting sangat bernilai, maka celaan tidak memberikan kepuasan dan menyebabkan kecemasan, diri menjadi sangat penting. Ini memungkinkan pemusatan perhatian yang cermat pada tingkah laku anak yang menjadi sebab persetujuan dan celaan, tetapi sangat menyerupai mikroskop, ikut melihat yang lain-lainnya di dunia. Apabila anda memandang melalui mikroskop anda, maka anda tidak banyak melihat kecuali apa yang tampak melalui saluran itu. Begitulah dinanisme diri. Ia memilki kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada tingkah laku orang lain yang penting yang mendapat persetujuan atau celaan. Dan kekhasan tersebut, yang erat hubungannya dengan kecemasan, tetap bertahan sejak itu selama hidup. Jadi, itulah diri yang kita sebut apabila kita berkata “aku”, adalah satu-satunya yang memiliki kewaspadaan, yang mengetahui apa yang terjadi dan tidak perlu dikatakan, mengetahui apa yang terjadi pada medannya sendiri.”
Jadi, sistem diri (self system) dibangun atas dasar pengalaman-pengalaman persetujuan dan celaan. Suliivan mengatakan, dalam salah satu pernyataan yang sangat penting, “Diri mungkin dikatakan terbentuk dari penilaian-penilaian yang dipantulkan.” Jika penilaian-penilaian itu sangat merugikan, maka individu akan meremehkan dan memusuhi gambaran-dirinya. Sebaliknya, jika penilaian-penilaian yang dipantulkan itu sangat positif dan konstruktif, maka diri yang mengalami penilaian-penilaian itu akan menjadi yakin dan menyetujuinya.



2.     Allport
Menurut Allport (1960), proprium meliputi segala segi kepribadian yang menyebabkan kesatuan ke dalam. Istilah proprium menunjuk pada sesuatu yang dimiliki seseorang atau unik bagi seseorang. Itu berarti bahwa proprium (self) terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi seorang individu, segi-segi yang menentukan seseorang sebagai yang unik. Allport menyebutnya “aku sebagaimana dirasakan dan diketahui.”
Jadi, proprium adalah susunan dari 8 tingkat diri, yaitu:
a.    Diri Jasmaniah
Diri jasmaniah terdiri dari banyak perasaan yang ada dalam organisme itu. Kita tidak dilahirkan dengan suatu perasaan tentang diri. Perasaan tentang diri itu bukan merupakan bagian dari warisan keturunan kita. Berangsur-angsur, dengan makin bertambah kompleksnya belajar dan pengalaman-pengalaman perseptual, maka berkembanglah suatu perbedaan yang kabur antara sesuatu yang ada “dalam aku” dan hal-hal lain “di luar aku”. Kesadaran akan “aku jasmaniah” merupakan langkah pertama ke arah tercapainya seluruh diri. Allport menyebutnya “jangkar abadi” untuk kesadaran diri kita, meskipun masih jauh dari menjadi seluruh diri orang itu.


b.   Identitas Diri
Perasaan akan identitas diri berkembang sedikit demi sedikit ketika anak perlahan-perlahan belajar membedakan dirinya dari lingkungannya. Anak mulai sadar akan identitasnya yang berlangsung terus sebagai seorang yang terpisah. Anak mempelajari namanya, menyadari bahwa bayangan dalam cermin hari ini adalah bayangan dari orang yang sama seperti yang dilihatnya kemarin, dan percaya bahwa perasaan tentang “aku” atau “diri” tetap bertahan dalam menghadapi pengalaman-pengalaman yang berubah-ubah. Allport berpendapat bahwa segi yang sangat penting dalam identitas diri adalah nama orang. Nama itu menjadi lambang dari kehidupan seseorang yang mengenal dirinya dan membedakannya dari semua diri lain di dunia.
c.    Harga Diri
Inti dari munculnya harga diri ialah kebutuhan anak akan otonomi. Hal ini kelihatan dalam tingkah lakunya yang negatif sekitar usia 2 tahun ketika anak kelihatannya selalu menentang segala sesuatu yang dikehendaki orang tua untuk dilakukannya. Kemudian, sekitar usia 6 atau 7 tahun harga diri lebih ditentukan oleh semangat bersaing dengan kawan-kawan sebayanya.
d.   Perluasaan Diri (Self Extension)
Anak usia 4 atau 5 tahun sudah mulai menyadari orang-orang lain dan benda-benda dalam lingkungannya. Ia memasukan ke dalam dirinya yang sedang tumbuh beberapa di antaranya orang-orang dan benda-benda itu menjadi miliknya. Meskipun dalam usia ini, lingkaran benda-benda dan orang-orang seperti terungkap dalam kata “kepunyaanku” terbatas, namun proses yang menyebabkan kesatuan-kesatuan yang lebih luas seperti negara, karier, agama menjadi “kepunyaanku” sekarang terbentuk. Ini adalah permulaan dari kemampuan orang untuk memperpanjang dan memperluas dirinya, untuk memasukkan tidak hanya benda-benda tetapi juga abstraksi-abstraksi, nilai-nilai, dan kepercayaan-kepercayaan. Diri sekarang menjafi suatu organisasi barang, orang, ide, keyakinan yang luas, kaya beranekaragam, dan kompleks.
e.    Gambaran Diri
Gambaran diri menunjukan bagaimana anak melihat dirinya dan pendapatnya tentang dirinya. Gambaran ini berkembang dari interaksiinteraksi antara orang tua dan anak. Gambaran diri ini meliputi baik konsep diri maupun cita-cita seseorang bagi dirinya sendiri, atau dengan istilah-istilah lain, diri real (the real self) dan diri ideal (the ideal self). Banyak pertumbuhan terjadi karena adanya gambaran diri. Salah satu fungsi dari gambaran diri ini ialah menghubungkan waktu sekarang dan waktu yang akan datang.
f.     Diri sebagai Pelaku Rasional
Diri sebagai pelaku rasional dalam kepribadian bertanggung jawab mensintesiskan kebutuhan-kebutuhan batin dengan kenyataan. Allport mengemukakan bahwa diri sebagai pelaku rasional “mampu juga menghasilkan pemecahan-pemecahan, penyesuaian-penyesuaian diri yang tepat, perencanaan akurat, dan pemecahan persamaan-persamaan kehidupan yang relatif tanpa salah.”
g.    Perjuangan Diri (Propriate Striving)
Perjuangan diri merupakan istilah yang digunakan Allport untuk menyebut motivasi proprium dan dalam masa remaja (adolecences). Allport berkata: “Perjuangan diri membedakan dirinya dari bentuk-bentuk lain dari motivasi karena betapa pun dihadang oleh berbagai konflik, ia tetap berusaha mempersatukan kepribadian ... memiliki tujuan-tujuan jangka panjang, dianggap sebagai pusat bagi eksistensi pribadi seseorang, membedakan manusia dengan binatang, membedakan orang dewasa dengan anak kecil, dan membedakan banyak hal antara kepribadian yang sehat dengan kepribadian yang sakit.”
h.   Diri yang Mengetahui
Tingkatan proprium yang terakhir adalah “diri yang mengetahui” mengatasi semua yang lain. Allport (1960) berkata: “Kita tidak hanya mengetahui barang-barang, tetapi kita juga mengetahui ciri-ciri empiris proprium kita sendiri. Aku yang mempunyai perasaan-perasaan badaniah, aku yang mengenal identitas diriku, perluasan diriku, rasionalisasiku sendiri dan juga minat-minat serra perjuangan-perjuangan. Jadi, apabila aku memikirkan fungsi-fungsi propriumku sendiri, mungkin aku melihat kebersamaan mereka yang hakiki dan merasakan mereka terikat sangat erat adalah salah satu cara fungsi mengetahui itu sendiri.” “Karena mengetahui serupa itu melampaui setiap bayangan keraguan, suatu keadaan yang khas milik kita, kita menerimanya sebagai fungsi kedelapan yang jelas dari proprium.”
Pendapat Allport sangat penting untuk mempertahankan bahwa “semua fungsi psikologis yang biasanya dianggap berasal dari diri atau ego harus diterima sebagai data dalam penyelidikan ilmiah tentang kepribadian.”

3.      Diamond
Dasar pemikiran Solomon Diamond adalah proses rangkap pencarian diri dan pertahanan diri sebagai inti kepribadian manusia. Kedua proses ini berlangsung terus sepanjang hidup individu. Menurut Diamond, penemuan diri dicapai dengan dua cara, yaitu melalui pengenalan dan penyelidikan tubuh serta melalui identifikasi dan imitasi orang-orang yang ideal.
Dari penelitian Jourard & Remy dengan menggunakan mahasiswa sebagai subjek penelitiannya mengenai perbedaan jenis kelamin dalam variabelitas respons terhadap pilihan tubuh dan diri, Jourard & Remy (1957) mengemukakan bahwa: “... di kalangan wanita penampilan tubuh merupakan faktor yang penting bagi harga diri maupun bagi penerimaan oleh orang lain, sedangkan di kalangan pria, penampilan tubuh kurang relevansinya dengan tujuan-tujuan yang berharga itu. Karena para wanita lebih memperhatikan tubuh, maka wanita diduga mengadakan perbedaan-perbedaan yang lebih halus daripada pria mengenai gambaran tubuh mereka.”
Diamond (1959) berkata: “Kita mempelajari diri kita tidak hanya dengan mengalami perbuatan kita sendiri, melainkan juga dengan mengalami perbuatan orang lain yang digunakan sebagai cermin dan model untuk imitasi.” Menurut Diamond, proses identifikasi berlangsung terus sepanjang hidup, meskipun identifikasi jauh lebih kuat selama masa bayi dan awal kanak-kanak. Diamond telah menjelaskan secara mendalam teori dinamik tentang perkembangan diri. Ia tidak mengajukan pendapat tentang adanya diri sejati yang statis, melainkan diri yang selalu berubah meskipun perubahan itu terjadi sedikit demi sedikit karena sambil berubah individu itu juga mempertahankan dirinya terhadap perubahan. Bagi Diamond, diri itu adalah orangnya.

4.     Combs dan Snygg
Combs dan Snygg mengemukakan pandangan fenomenologis tentang kodrat dari diri dan perkembangannya. Pertama, lingkungan fenomenal individu meliputi semua persepsinya termasuk persepsi tentang dirinya dan bukan dirinya. Ini adalah seluruh medan kesadarannya. Menurut Combs & Snygg, “diri fenomenal adalah diri dalam situasi tertentu.” Di dalam dan pada pusat diri fenomenal itu terdapat seperti apa yang dikatakan Combs & Snygg, yakni konsep diri yang terdiri persepsi-persepsi tentang diri yang sangat penting bagi individu. Persepsi-persepsi ini merupakan hakikat dari “me” yang kalau hilang, maka pribadi akan hancur. Kedua, Combs & Snygg berpendapat bahwa tepat pada waktu kelahiran anak, diri mulai muncul dan terus berkembang perlahan-lahan ketika bayi itu membedakan “me” dan “not me”. Combs & Snygg (1959) berkata: “Sedikit demi sedikit sewaktu pengalaman bertambah, diri makin lama makin jelas terdiferensiasi dari yang lain-lain dalam medan fenomenal.” Dengan berkembangnya bahasa, proses tersebut dipercepat karena “bahasa merupakan “steno” yang dapat melambangkan, memanipulasi, dan memahami pengalaman dengansangat efesien.” Combs & Snygg berpendapat bahwa pada dasarnya diri merupakan produk sosial yang muncul dari pengalaman dengan orang lain.
Combs & Snygg menyatakan bahwa perubahan dalam diri yang diamati kelihatannya tergantung pada sekurang-kurangnya ada tiga faktor, yaitu “pertama, tempat dari konsep baru itu dalam organisasi diri individu sekarang. Kedua, hubungan dari konsep baru itu dengan kebutuhan dasar individu. Dan ketiga, kejelasan pengalaman dari persepsi baru.”

FAKTOR-FAKTOR PADA PERUBAHAN-PERUBAHAN PENTING DALAM PERSEPSI DIRI
1.      Perubahan-Perubahan karena Perkembangan
Strang (1957) berkata: “perubahan-perubahan dalam konsep diri individu mungkin terjadi setiap waktu, tetapi terutama pada permulaan dari setiap tahap perkembangan.” Ada 7 tahap perkembangan, yaitu masa ketika anak mulai sekolah, masa pra-remaja, masa awal remaja, masa akhir remaja, masa ketika individu menikah, masa dimana anak-anaknya tidak memerlukan pemeliharaan terus-menerus, dan masa ketika ia mencapai usia pensiun.
a.    Masa Anak Mulai Sekolah
Allport berpendapat bahwa anak mencapai identitas diri ketika ia berusia 4 atau 5 tahun. Mungkin sekali identitas diri ini sudah mulai muncul pada usia 2 tahun ketika ia melewati masa negativisme. Sekurang-kurangnya ia sudah mulai siap memasuki dunia sekolah yang baru dan mendebarkan hati. Sekolah merupakan perkembangan kedua bagi anak. Beberapa minggu yang pertama atau bahkan beberapa hari yang pertama disekolah sangat berpengaruh terhadap persepsi anak tentang dirinya. Selama beberapa jam sehari dan enam hari seminggu, guru menjadi pengganti ibu.
b.   Masa Pra-Remaja
Usia masa pra-remaja sekitar 11 tahun. Pada masa perkembangan pra-remaja yang mulai pada waktu anak mengembangkan kapasitas untuk mengadakan persahabatan-persahabatn yang akrab dengan anak-anak lain yang sejenis. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ikatan-ikatan emosional yang sangat kuat terjadi dengan anak-anak seusianya dan bukan dengan orang-orang dewasa. Dalam masa ini sebagian tertentu dari individualitasnya hilang dan akan melihat dirinya lebih daripada sebelumnya sebagai anggota kelompok.
c.    Masa Awal Remaja
Usia pada masa awal remaja sekitar 14 tahun. Perubahan berikutnya terjadi pada awal masa remaja. Perubahan-perubahan fisik yang agak cepat terjadi pada tinggi, berat, bentuk tubuh, alat-alat kelamin, dan suara. Oleh karena itu, selama tahap ini individu harus membuat perubahan besar pada gambaran tubuhnya. Awal masa remaja adalah masa sulit bagi banyak orang. Tidak hanya terjadi pergeseran ikatan-ikatan emosional dengan orang tua, tetapi juga ikatan-ikatan emosional dari orang lain sejenis. Ada keinginan baru yang samar-samar dan setengah-setengah dipahami untuk mengadakan hubungan fisik dan emosional dengan orang-orang yang berbeda jenis kelamin.
d.   Masa Akhir Remaja
Usia masa akhir remaja sekitar 17 tahun. Pada akhir masa remaja, pertumbuhan telah selesai dan anak sekarang menjadi seorang pemuda yang terampil, tetapi biasanya belum mempunyai peran khusus dalam dunia orang dewasa. Dalam keluarga kelas menengah dan atas biasanya secara ekonomis ia masih tergantung pada orang tuanya dan mungkin kesal atas ketergantungan itu, tetapi ia tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya.
e.    Masa ketika Individu Menikah
Usia pada masa ini sekitar 23 tahun. Asumsi tentang hubungan dan tanggung jawab dalam perkawinan biasanya muncul tidak begitu lama setelah berakhirnya masa remaja. Ia memerlukan perubahan-perubahan baru dalam persepsi-persepsi mengenai diri sendiri. Wanita belajar melihat dirinya sebagai istri yang memuaskan atau tidak memuaskan, pengatur rumah tangga atau pengelola anggaran keluarga yang baik atau kurang baik. Sedangkan pria, tidak lama sebelumnya melihat dirinya sebagai seorang yang bebas, tidak tergantung, sekarang harus belajar dengan semua penyesuaian diri yang terlibat didalamnya untuk melihat dirinya sebagai suami dan ia juga harus belajar memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga.
f.     Masa Setengah Baya
Usia pada masa setengah baya untuk pria sekitar 30 tahun dan untuk wanita 40 tahun. Masa perkembangan ini sulit menentukan usia kronologis dari amsa ini karena begitu berbeda-beda pada individu-individu. Rupanya sedikit lebih sulit bagi wanita daripada pria untuk membuat perubahan-perubahan yang perlu dalam persepsi diri selama masa ini. Ada beberapa orang yang sama sekali gagal dan mengembangkan gangguan tingkah laku yang berat, yaitu melankolia involusi (involutional melancholia), tetapi sangat banyak yang berhasil melihat diri mereka kurang menarik dibandingkan dulu. Mereka juga harus menyesuaikan diri mereka dengan kenyataan menyusutnya kekuatan fisik.
g.    Masa Usia Pensiun
Usia pada tahap perkembangan ini adalah sekitar 60-an. Mereka tidak lagi melakukan pekerjaan yang bagi seorang pria merupakan bagian yang penting dari diri fenomenalnya. Pada batas-batas tertentu semua kebutuhan dasar mereka digagalkan. Banyak pria belajar menyesuaiakn diri terhadap situasi-situasi ini dengan mengubah persepsi-persepsi mereka tentang diri mereka sendiri.

2.     Perubahan-Perubahan karena Krisis Kehidupan
Setiap terapis yang berpengalaman mengetahui bahwa krisis-krisis kehidupan yang tampaknya jelas mungkin sama sekali bukan krisis. Tetapi bagaimanapun juga, bermacam-macam situasi krisis benar-benar terjadi pada kebanyak orang. Karena pengalaman traumatis adalah kuat, maka selalu mengakibatkan perubahan dalam diri. Tetapi harus diperhatikan bahwa krisis dapat bersifat positif dan juga negatif. Keuntungan besar mengandung pengaruh emosional besar seperti juga halnya dengan keruguan besar.

3.      Perubahan-Perubahan Akibat Psikoterapi
Psikoterapi pertama-tama adalah situasi belajar dengan penekanan pada emosi-emosi dan bukan pada pikiran. Pasien masuk dalam proses terapi dengan persepsi diri yang agak kaku dan condong menjelek-jelekan orang lain. Ia mendambakan suatu konsep diri yang positif, tetapi proses pertumbuhannya terhalang oleh konflik-konflik, kecemasan-kecemasan, dan mekanisme-mekanisme pertahan diri yang tidak normal.
Rogers berkata: “Tahap ini berada beberapa ratus mil psikologis jauhnya dari tahap pertama yang diuraikan itu. Disini banyak segi pada pasien mengalir, berlawanan dengan kekakuan pada tahap pertama. Ia sangat mendekati ada organiknya, yang selalu dalam proses. Ia jauh lebih dekat dengan ada dalam arus perasaanya. Konstruksi-konstruksi pengalamannya jelas mengendor dan berulang-ulang diuji terhadap petunjuk-petunjuk dan bukti di dalam dan di luar. Pengalaman sangat terdiferensiasi dan dengan demikian komunikasi internal yang telah mengalir dapat jauh lebih tepat.”
Jelas bahwa proses psikoterapi mengakibatkan perubahan-perubahan yang luar biasa pada diri. Tidak ada lagi kekakuan, ketakutan, dan kecemasan yang berlebihan. Individu telah dibebaskan dari semuanya ini dan sekarang dapat mengalami secara pebuh dan harmonis. Ia menjadi orang yang berubah, tetapi bukan orang yang baru.

DISTORSI  DAN PEMENUHAN
            Persepsi diri seseorang merupakan produk lingkungannya yang dicapai dalam batas-batas yang ditetapkan oleh warisan biologisnya. Bagaimana masa lampaunya itulah yang menentukan masa depannya. Karena latar belakang yang bermacam-macam, maka kepribadian juga bermacam-macam. Sedikit Distorsi dan sedikit pemenuhan, sedikit persepsi negatif dan sedikit persepsi positif, sedikit perasaan tidak adekuat dan sedikit perasaan adekuat, semuanya berada dalam setiap kepribadian.
            Pada tingkat yang paling rendah dari rangkaian kesatuan itu adalah para pasien psikosis yang hidup dibawah begitu banyak ancaman sehingga terpaksa mengadakan penyesuaian-penyesuaian diri yang ekstreem dalam usaha mempertahankan setiap macam “diri”. Meskipun perasaan adekuat itu terletak pada rangkaian kesatuan, namun ada nilai tertentu dalam membandingkan dinamika dan ciri-ciri khas mereka yang berada di bawah pertengahan diri rangkaian kesatuan itu dan orang-orang yang berada jauh diatasnya, orang yang memiliki konsep diri yang sangat positif.

KEPRIBADIAN-KEPRIBADIAN YANG MENGALAMI DISTORSI
            Orang-orang yang mengalami hal ini akan mengundang simpati, hal ini terjadi karena keadaan-keadaan yang tidak dapat dikuasai. Mereka tidak memutuskan ciri-ciri organisme yang mereka warisi, potensi ini mungkin tidak terletakan yang membuat mereka tidak adekuat, misalnya keterbelakangan mental yang parah.salah satu respon terhadap ancaman ialah kecemasan. Seperti telah dijelaskan dalam bab lainnya bahwa kecemasn bersifat represif dan merintangi belajar yang baru. Orang yang terancam mempertahankan dirinya antara lain dengan menolak persepsi-persepsi baru. Ia bersikeras bahwa itu tidak ada meskipun pada waktunya mengetahui bahwa itu ada. Tetapi penolakan itu mungkin dilakukan terus-menerus sampai pada akhirnya persepsi-persepsi itu sama sekali ditekan.
            Orang yang terancam terhambat dalam mempertahankan persepsi-persepsi baru. Ia harus memusatkan perhatiannya pada mempertahankan struktur kepribadiannya yang kaku dengan tetap memperhatikan pertahanan-pertahanannya. Salah satu pertahanannya ialah distorsi yang digunakan untuk membuat peristiwa atau pengalaman baru lebih dapat diterima oleh dirinya. Pertahanan semacam ini menggunakan mekanisme-mekanisme penyesuaian diri yang eksesif.
            Sudah menjadi kebiasaan apabila orang-orang yang mengalami distorsi tidak dapat menerima dirinya dan orang-orang lain. Hal ini dapat menjelaskan bahwa kesepian merupakan ciri khas orang yang tidak adekuat. Mereka merasa terpisah dari dunia real dan dunia manusia lainnya.



KEPRIBADIAN YANG MENGAKTUALISASIKAN DIRI
            Orang-orang yang memenuhi kebutuhannya secara adekuat dan mencapai tingkat pemenuhan atau aktualisasi diri yang tinggi jauh berbeda dengan orang-orang yang mengalami distorsi seperti yang baru diuraikan di atas tadi.biasanya warisan biologis mereka normal dan juga pengalaman-pengalaman dalam masa bayi dan masa kanak-kanak postif. Karena kebutuhan-kebutuhan mereka, terutama kebutuhan akan keamanan emosi selama beberapa tahun pertama dalam kehidupan dipuaskan, maka mereka berangkat  dari titik tolak yang baik.
Combs dan Syngg (1959) mencatat tiga ciri utama medan perseptual dari orang orang adekuat :
1.      Orang-orang adekuat umumnya melihat diri mereka secara positif
2.      Orang-orang adekuat biasanya lebih mampu menerima dan mengintegrasikan persepsi-persepsi mereka dalam medan fenomenal
3.      Orang-orang adekuat mampu mengidentifikasikam diri secara luas dengan orang-orang lain.
Konsep diri yang positif biasanya menunjukan penilaian diri yang realistik dan kesehatan mental yang baik. Orang yang memiliki gambaran diri postif ini relatif bebas dari ancaman. Oleh karena itu, kecemasan hanya sedikit sekali dan tidak perlu mengadakan pertahanan diri terhadapanya.
            Persepsi-persepsi diri yang positif menunjukan kesehatan mental jika persepsi-persepsi tersebut berdasarkan penilaian diri yang realistik.
            Maslow telah melakukan suatu usaha yang luar biasa dalam bidang ini (1954). Ia memilih sebuah kelompok orang yang telah mengaktualisasikan diri yang sebagian besar terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh sejarah meskipun ia memasukan beberapa orang semasanya yang tidak dikenal secara luas. Maslow menerangkan bahwa dari penyelidikannya hanya kesan-kesan gabungan yang daoat diberikan berkenaan dengan ciri-ciri orang-orang yang mengaktualisasikan dirin. Ciri-ciri tersebut adalah :
1.      Mengamati realitas secara efisien
2.      Penerimaan umum atas kodrat orang lain dan diri sendiri
3.      Spontanitas, kesederhanaan, kewajaran
4.      Fokus pada masalah-masalaj di luar diri mereka
5.      Kebutuhan akan privasi dan independensi
6.      Berfungsi secara otonom
7.      Apresiasi yang senantiasa segar
8.      Pengalaman-pengalaman mistik atau “puncak”
9.      Minat sosial
10.  Hubungan antar pribadi
11.  Struktur watak demokratis
12.  Perbedaan antara sarana dan tujuan, antara baik dan buruk
13.  Perasaan humor yang tidak menimbulkan permusuhan
14.  Kreativitas
15.  Resistensi terhadap enkulturasi

MENGAMATI REALITAS SECARA EFISIEN
            Sebagai bagian dari perspektif objektif ini, Maslow berpendapat bahwa pengaktualisasi diri adalah hakim-hakim yang teliti terhadap orang-orang lain, mampu menemukan dengan cepat penipuan dan ketidak jujuran.
            Penelitian ini meluas pada segi-segi kehidupan lain seperti bidang kesenian, musik, intelektual, politik, atau ilmiah. Penguaktualisasi diri tidak melihat hal-hal serupa itu menurut kebiasaan atau menurut cara orang-orang “yang paling baik” melihatnya atau cara siapa saja yang melihatnya. Mereka bersandar semata-mata pada keputusan dan persepsi mereka sendiri serta tidak terdapat pandangan yang berat atau prasangka-prasangka.
            Maslow menulis “orang-orang yang neurotik secara emosional tidak sakit, dia secara kognitif salah.” (Maslow, 1970). Seseorang yang tidak dapat berinteraksi dengan dunia dan orang lain serta menanggulanginya apabila ia hanya memiliki gambaran subjektif tentang mereka. Semakin objektif kita dalam menggambarkan kenyataan, maka semakin baik pula kemampuan kita untuk berpikir secara logis, untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang tepat, dan pada umumnya untuk menjadi efisien secara intelektual.

PENERIMAAN UMUM ATAS KODRAT, ORANG-ORANG LAIN, DAN DIRI SENDIRI
            Orang-orang yang mengaktualisasikan diri meneirima diri mereka, kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan mereka tanpa keluhan atau kesusahan. Sesungguhnya, mereka tidak terlampau banyak memikirkannya. Maslow menulis “orang tidak dapat mengeluh tentang air, karena air basah atau tentang batu-batu karena batu-batu keras, atau tentang pohon-pohon karena pohon-pohon hijau.” (Malow, 1970). Ini adalah tata tertib kodrati dari hal-hal itu, demikian juga dengan kodrat dari para pengaktualisasi diri.
            Mereka menerima selera hawa nafsu mereka tanpa rasa malu atau minta maaf, dan mereka menerima tingkat-tingkat cinta dan memiliki, penghargaan, dan harga diri mereka. Tetapi Maslow mengemukakan bahwa para pengaktualisasi diri merasa salah, malu, susah atau menyesal terhadap  beberapa segi tingkah laku mereka, khususnya ketidaksesuaian-ketidaksesuaian antara kodrat mereka pada saat itu dan bagaimana mereka semestinya atau seharusnya.
            Sebailknya orang-orang neurotik dilumpuhkan oleh perasaan malu atau perasaan bersalah atas kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan mereka yang begitu dihantui sehingga mereka mengalihkan waktu dan energi dari hal-hal yang lebih konstruktif.

 SPONTANITAS, KESEDERHANAAN, KEWAJARAN
            Para pengaktualisasi diri  bertingkah laku secara terbuka dan langsung tanpa berpura-pura. Mereka tidak harus menyembunyikan  emosi-emosi mereka, tetapi mereka dapat memperlihatkan emosi-emosi tersebut dengan jujur. Maslow (1954) membuat pernyataan sebagai berikut :
“Kehidupan motivasi dari orang-orang yang mengaktualisasikan diri tidak hanya secara kuantitatif, tetapi juga secara kualitatif berbeda dengan kehidupan motivasi dari orang-orang biasa. Rupanya ada kemungkinan bahwa kita harus menyusun psikologi motivasi yang sangat berbeda bagi orang-orang yang mengaktualisasikan diri.... motivasi dari diri orang-orang biasa adalah usaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan dasar yang kurang pada mereka. Tetapi, orang-orang yang mengaktualisasikan diri pada dasarnya tidak kekurangan sedikitpun dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini; mereka memiliki impuls-impuls. Mereka berkerja, berusaha, dan ambisius, meskipun dalam arti luar biasa. Bagi mereka, motivasi hanyalah pertumbuhan,ungkapan, pematangan, dan perkembangan watak; dengan satu kata aktualisasi diri.”
            Orang-orang neurotik dan orang-orang yang tidak mengaktualisasikan diri tidak dapat berfungsi secara spontan; mereka harus mengubah segi-segi diri mereka yang menyebabkan mereka merasa malu atau merasa bersalah.

FOKUS PADA MASALAH-MASALAH DI LUAR DIRI MEREKA
            Orang-orang yang mengaktualisasikan diri mencintai perkerjaan mereka dan berpendapat bahwa perkerjaan itu tentu saja cocok untuk mereka. Maslow melukisnya sapa seperti permainan cinta yang sempurna ; perkerjaan dan orang tampaknya “berarti bagi satu sama lain......orang dan perkerjaan bersama-sama cocok dan bersama-sama memiliki secara sempurna seperti kunci dan yang dikunci” (Maslow, 1970). Mereka melakukan pekerjaan bukan semata-mata untuk mendapat penghasilan.
            Sebagai akibat dari terbenamnya dalam perkerjaan ini dan dari kepuasaan hebat yang ditimbulkannya, maka kepribadian-kepribadian yang sehat ini berkeja lebih keras daripada orang-orang yang memiliki kesehatan jiwa yang biasa. Tetapi, tentu saja perkerjaan itu bukan suatu tugas bagi mereka; perkerjaan itu merupakan permainan mereka. Mereka senang melakukan perkerjaan mereka, lebih daripada sesuatu yang lain, dan terus melakukannya, meskipun mereka tidak membutuhkan pendapatan yang diperoleh dari perkerjaan itu. Maslow mengemukakan bahwa untuk orang-orang ini, ide-ide seperti liburan, lelucon, hiburan, istirahat, atau kegemaran, terlebur dalam tugas, panggilan, dan perkerjaan mereka.

KEBUTUHAN AKAN PRIVASI DAN INDEPENDENSI
            Orang-orang yang mengaktualisasikan diri memiliki suatu kebutuhan yang kuat untuk pemisahan dan kesunyian. Meskipunmereka tidak menjauhkan diri dari kontak dengan manusia, mereka rupanya tidak membutuhkan orang-orang lain. Mereka tidak tergantung pada orang-orang lain untuk kepuasan-kepuasan mereka dan dengan demikian munkin mereka menjauhkan diri dan tidak ramah. Tingkah laku dan oerasaan mereka sangat egosentrik dan terarah kepada diri mereka sendiri. Ini berarti bahwa mereka memiliki kemampuan untuk membentuk pikiran, mencapai keputusan, dan melaksanakan dorongan dan disiplin mereka sendiri.
            Karena para pengaktualisasi diri tidak tergantung pada orang lain dan  lebih suka akan privasi dan kesunyiannya, maka terkadang mereka mengalami kesulitan-kesulitan sosial. Kebanyakan orang nerpikir bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak ramah, sombong, dan mungkin juga bersikap bermusuhan. Ini bukanlah intensi dari orang-orang yang sehat, mereka tidak sengaja menghindari orang-orang lain karena mereka tidak memiliki suatu kebutuhan yang kuat akan orang-orang lain.

BERFUNGSI SECARA OTONOM
            Hal yang berhubungan erat dengan kebutuhan akan privasi dan independensi adalah preferensi dan kemampuan para pengaktualisasi diri untuk berfungsi secara otonom terhadap lingkungan sosial dan fisik. Orang-orang yang memiliki kepribadian yang sehat dapat berdiri sendiri, dan tingkat otonomi mereka yang tinggi membuat mereka mempan terhadap krisis atau kerugian. Kemalangan yang dapat menghancurkan orang-orang yang kurang sehat mungkin hampir tidak dirasakan oleh para pengaktualisasi diri.
            Mereka mempertahankan suatu ketenangan dasar ditengah-tengah kondisi atau situasi yang dilihat oleh orang-orang yang kurang sehat sebagai suatu malapetaka. Orang-orang yang kurang sehat, seperti telah dikemukakan, sangat tergantung pada dunia yang nyata untuk pemuasan motif-motif kekurangan. Segala sesuatu yang mengancam dependensi adalah hal yang menakutkan. Tanpa orang lain, mereka tidak dapat berfungsi dan tidak dapat hidup.



APRESIASI YANG SENANTIASA SEGAR
            Para pengaktualisasi diri senantiasa menghargai pengalaman-pengalamannya bahkan pengalaman yang sudah sering terulang dengan suatu perasaan kenikmatan yang segar, keterpesonaan, dan kekaguman. Suatu pandangan yang positif atau menyegarkan terhadap dorongan setiap hari untuk bekerja, misalnya, mungkin dilihat sangat menyenangkan selama lima tahun, tetapi seolah-olah dialami untuk pertama kalinya.
            Sebagai akibatnya, mereka merasa kurang pasti, namun mereka senantiasa berterima kasih terhadap apa yang mereka miliki dan alami. Maslow mengemukakan  bahwa tidak ada seorangpun dari orang-orangnya yang mengaktualisasikan diri mempunyai perasaan sama tentang pergi kepesta atau nightclub atau menghasilkan banyak uang. Kerap kali pengalaman-pengalaman mereka yang menggembirakan adalah kegitan-kegiatan setiap hari yang kurang penting. Peristiwa-peristiwa yang mungkin tidak di perhatikan oleh orang-orang yang kurang sehat.
PENGALAMAN-PENGALAMAN MISTIK ATAU “PUNCAK”
            Ada kesempatan-kesempatan dimana orang-orang yang mengaktualisasikan diri mengalami ekstase (keadaan diluar kesadaran sendiri), kebahagiaan, perasaan terpesona yang hebat dan meluap-luap, sama seperti pengalaman-pengalaman keagamaan yang mendalam. Selama pengalaman-pengalaman puncak diri ini (yang di anggap Maslow adalah biasa di kalangan orang-orang yang sehat). Maslow menunjukan bahwa tidak semua pengalaman puncak itu sangat kuat, terdapat juga pengalaman-pengalaman yang ringan. Pengalaman yang ringan ini terkadang dapat di alami oleh kita semua. Tetapi individu yang lebih sehat memiliki pengalaman puncak yang lebih sering daripada orang-orang biasa, dan mungkin sering terjadi setiap hari.

MINAT SOSIAL
            Tidak dapat dikatakan bahwa para pengaktualisasi diri merasa  memiliki suatu pertalian keluarga dengan semua orang. Tentu saja, karena mereka berbeda secara mencolok dari orang-orang biasa, maka mereka menyadari bahwa mereka berfungsi pada suatu tingkat yang lebih tinggi. Sama seperti saudara dan saudari yang lebih tua, orang-orang yang sangat sehat ini mengetahui bahwa mereka dapat mencapai hal-hal dengan lebih baik dari pada orang lain dan bahwa mereka melihat dan memahami hal-hal dengan lebih baik daripada orang lain dan bahwa mereka melihat dan memahami hal-hal itu secara lebih jelas. Jadi, sama seperti seseorang dapat mencintai dan berpihak pada saudara dan saudari yang lebih muda, demikian juga para pengaktualisasi diri ini mencintai kemanusiaan. Mereka mungkin sering merasa tertekan atau marah karena tingkah laku orang lain yang bodoh, lemah, atau kasar, tetapi mereka cepat memahami dan memaafkannya.

HUBUNGAN ANTARPRIBADI
            Para pengaktualisasi diri mampu mengadakan hubungan yang lebih kuat dengan orang lain daripada orang-orang yang memiliki kesehatan mental yang biasa. Mereka memiliki cinta yang lebih besar dan persahabatan yang lebih dalam, serta identifikasi yang lebih sempurna dengan individu-individu lain. Tetapi, hubungan antarpribadi mereka, walaupun lebih kuat, namun jumlahnya lebih sedikit daripada hubungan antar pribadi di antara orang-orang yang tidak mengaktualisasi diri. Betapapun orang-orang yang sehat yang bisa dijadikan sahabat, kolega, dan partner begitupun sedikit, namun para pengaktualisasi diri, seperti kebanyakan orang lain, lebih suka berada di antara orang-orang yang memiliki nilai-nilai dan sifat-sifat mereka.
            Cinta yang dirasakan oleh para pengaktualisasi diri terhadap orang lain adalah suatu cinta khusus : Being love (B-Love) sebagai yang berlawanan dengan Defieciency-love (D-Love). Defieciency love didorong oleh kebutuhan-kebutuhan karena kekurangan, khususnya oleh kekurangan kepuasaan akan kebutuhan  memiliki dan cinta. Ada depedensi yang kuat pada orang yang dicintai dan ketakutan kehilangan cinta yang sangat dibutuhkan. Orang-orang yang memiliki kesehatan mental biasa apabila kehilangan cinta maka mereka akan sangat mengharapkan cinta maka mereka akan sangat mengharapkan cinta, seperti orang yang lapar sangat mengharapkan, meminta dan membutuhkan makanan.



STRUKTUR WATAK DEMOKRATIS
            Orang-orang yang sangat sehat membiarkan dan menerima semua orang tanpa memperhatikan kelas sosial, tingkat pendidikan, golongan politik, agama, ras atau warna kulit. Perbedaan-perbedaan serupa itu tidak menjadi masalah bagi para pengaktualisasi diri. Maslow mengandaikan bahwa mereka jarang menyadari perbedaan-perbedaan ini. Tetapi tingkah laku mereka lebih dalam dari toleransi. Dalam hubungan mereka dengan orang lain (misalnya dengan orang-orang yang berpendidikan atau inteligensinya kurang) mereka tidak mempertahankan suatu sikap angkuh. Mereka sangat siap mendengarkan atau belajar dari siapa saja yang dapat mengajarkan sesuatu kepada mereka. Para cendekiawan yang mengaktualisasikan diri, misalnya, sangat hormat terhadap tukang kayu yang terampil karena tukang kayu itu memperlihatkan keterampilan pengetahuan yang tidak dimiliki oleh cendekiawan itu.

PERBEDAAN ANTARA SARANA DAN TUJUAN, ANTARA BAIK DAN BURUK
            Bagi para pengaktualisasi diri tujuan atau cita-cita jauh lebih penting daripada sarana untuk mencapainya. Para pengaktualisasi diri juga sanggup membedakan antara baik dan buruk, benar atau salah. Orang yang kurang sehat kerap kali bingung atau tidak konsisten dalam hal-hal etis, terombang-ambing atau berganti-ganti antara benar dan salah menurut keuntungannya. Sebaliknya, para pengaktualisasi diri memiliki norma-norma etis dan moral yang dirumuskan dengan baik, yang mereka pegang teguh adalah semua situasi.

PERASAAN HUMOR YANG TIDAK MENIMBULKAN PERMUSUHAN
            Orang-orang yang sehat sepenuhnya berbeda dari individu-individu biasa dalam hal yang mereka anggap humor yang menyebabkan mereka tertawa. Orang-orang yang kurang sehat menertawakan tiga macam humor :
  1. Humor permusuhan yang menyebabkan seseorang merasa sakit
  2. Humor superioritas yang mengambil keuntungan dari perasaan rendah diri orang lain
  3. Humor pemberontakan terhadap penguasa yang berhubungan dengan situasi Oedipus atau percakapan cabul.
Humor para pengaktualisasi diri bersifat filosofis : humor yang menertawakan manusia pada umumnya, tetapi bukan kepada seorang individu yang khusus. Humor ini kerap kali bersifat instruktif, yang dipakai langsung pada hal yang dituju dan juga menimbulkan tertawa. Itu dalah semacam humor yang bijaksana dan membangkitkan suatu senyuman dan anggukan tanda mengerti daripada gelak tertawa yang keras. Humor semacam ini hanya dipakai oleh oranglain yang juga sehat. Individu-individu yang biasa pada umumnya tidak merasa bahwa para pengaktualisasi diri sangat lucu dan mungkin menjauhi mereka karena heran mengapa mereka begitu muram dan serius.

KREATIVITAS
      Kreativitas merupakan suatu sifat yang akan diharapkan seseorang dari para pengaktualisasi diri.Maslow menyamakan kreativitas ini dengan daya cipta dan daya khayal naif  yang dimiliki anak-anak, suatu cara yang tidak berprasangka dan langsung melihat pada hal-hal lain. Kreativitas lebih merupakan suatu sikap, ungkapan kesehatan psikologis, dan cara mengenai bagaimana kita mengamati dan bereaksi terhadap dunia dan bukan mengenai hasil-hasil yang sudah selesai dari suatu karya seni. Jadi, orang-orang dalam berbagai pekerjaan dapat memperlihatkan kreativitasnya.

RESISTENSI TERHADAP ENKULTURASI
Para pengaktualisasi diri dapat berdiri sendiri dan otonom, mampu melawan dengan baik pengaruh sosial, untuk berpikir atau bertindak menurut cara-cara tertentu. Mereka mempertahankan otonomi batin , tidak berpengaruh oleh kebudayaan mereka, dibimbing oleh diri mereka sendiri dan bukan oleh orang lain. Mereka tidak secara terang-terangan menentang kebudayaan. Mereka tidak sengaja melanggar aturan-aturan sosial untuk memperlihatkan independensi.
Maslow berpendapat bahwa para pengaktualisasi diri terkadang bisa sembrono, kepala batu, menjengkelkan, sombong, dan emosional. Semua itu adalah sifat-sifat yang ada pada individu-individu yang kurang sehat. Mereka juga tidak luput dari kesalahan, kecemasan, malu, kekhawatiran, atau konflik.